Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap siswa kelas XI SMA, SMK, madrasah aliah dan sekolah Kristen selama Juli-Oktober 2012, diketahui bahwa sebanyak 44 persen pelajar Surabaya berpandangan bahwa dalam berpacaran boleh melakukan hubungan intim dengan pasangannya.
freepicturesweb.com
Sampel yang diteliti berjumlah 600 responden di wilayah Surabaya barat, utara, selatan, dan timur, berusia 15-17 tahun. Dari 600 kuisioner berisi 32 item pertanyaan tersebut, sebanyak 450 kuisioner dijawab dan dikembalikan oleh 200 pelajar laki-laki dan sisanya perempuan.
”Kesimpulannya, 16 persen dari kuisioner yang kembali menyatakan bahwa mereka pernah melakukan hubungan intim,” kata Ketua Hotline Pendidikan Surabaya, Isa Ansori, di kantornya, Jalan Purwodadi Surabaya, Ahad, 30 Desember 2012.
Menurut para pelajar itu, tempat paling aman untuk melakukan aktivitas seksual ialah mal (49 persen), gedung bioskop, kafe dan tempat hiburan tertutup (27 persen), rumah (24 persen), dan sekolah (16 persen). Hubungan intim di sekolah dilakukan pada saat jam kosong pelajaran (22 persen) dan kantin (13 persen). “Adapun sisanya dilakukan di kamar mandi atau tempat-tempat sepi di lingkungan sekolah,” ujar Isa.
Aktivitas seksual yang dilakukan, menurut Isa, mulai dari sekadar saling cium, meraba, hingga pada tahap berhubungan layaknya suami-istri. Hampir semua responden menjawab bahwa berpacara tanpa disertai ciuman, meraba, dan saling memuaskan dianggap sudah kuno.
Dalam melakukan aktivitas seksual, para pelajar mengenal momentum yang dianggap sakral, yaitu sehabis puasa Ramadan, menjelang pergantian tahun atau malam tahun baru, hari Valentin, dan pada saat merayakan kelulusan. “Selain momen-momen yang mereka anggap spesial itu tetap ada aktivitas seksual,” ucap Isa.
Adapun sumber informasi yang menjadi rujukan responden dalam melakukan hubungan seksual adalah televisi (57 persen), teman (53 persen), telepon seluler dan internet (28 persen), radio (23 persen), dan media cetak (22 persen).
Ketua Yayasan Embun Surabaya, Joris Lato, menambahkan, perempuan pelajar yang pernah merasakan aktivitas seksual rentan terjerumus pada praktek prostitusi. Apalagi bagi mereka yang telah mendapatkan uang dari aktivitas jual diri itu.
”Masalah ini tanggung jawab semua pihak, baik orang tua, sekolah maupun lingkungan. Namun, sebagai regulator yang memiliki kewenangan lebih, pemerintah harus menegakkan hukum. Misalnya melarang pelajar masuk gedung bioskop atau tempat hiburan,” tutur Joris.
Source.
0 komentar:
Post a Comment